Monday, October 26, 2015

Semasa lapang, nafsu bisa memainkan perannya melalui rasa gembira. Semasa sempit, nafsu tidak bisa berbuat apa-apa.

Dalam hikmah ini terdapat penegasan tentang hikmah sebelumnya bahwa menjaga etika saat lapang amat sulit. Sebab, tak ada yang bisa menjaga etika dalam kondisi itu kecuali segelintir orang,

Seakan Ibnu Atha’illah berkata, “Memang demikian adanya karena hawa nafsu selalu memainkan perannya dalam kondisi kelapangan.”

Biasanya, saat lapang, hawa nafsu menjadi lalai, melupakan kewajiban, mengaku-aku memiliki ilmu, pemahaman, ahwal batin dan rahasia-rahasia, selalu berbicara tentang kemampuan khusus, menikmati hal-hal luar biasa, menyinggung masalah karamah, dan bersuara tentang maqam masing-masing. Semuanya itu bertentangan dengan prinsip ‘ubudiyyah.


Sebaliknya, di dalam kesempitan, nafsu tidak merasa beruntung dan memilki peran apa-apa. Nafsu tidak akan sombong dengan menampakkan sesuatu yang menjadi miliknya. Dengan begitu, kesempitan lebih aman dan lebih membentuk kemampuan untuk menunaikan etika-etika ‘ubudiyyah. Oleh karena itu, orang-orang ‘arif lebih mengutamakan kesempitan daripada kelapangan.

No comments:

Post a Comment