Dalam hikmah ini terdapat penegasan tentang hikmah
sebelumnya bahwa menjaga etika saat lapang amat sulit. Sebab, tak ada yang bisa
menjaga etika dalam kondisi itu kecuali segelintir orang,
Seakan Ibnu Atha’illah berkata, “Memang demikian adanya
karena hawa nafsu selalu memainkan perannya dalam kondisi kelapangan.”
Biasanya, saat lapang, hawa nafsu menjadi lalai, melupakan
kewajiban, mengaku-aku memiliki ilmu, pemahaman, ahwal batin dan
rahasia-rahasia, selalu berbicara tentang kemampuan khusus, menikmati hal-hal
luar biasa, menyinggung masalah karamah, dan bersuara tentang maqam
masing-masing. Semuanya itu bertentangan dengan prinsip ‘ubudiyyah.
Sebaliknya, di dalam kesempitan, nafsu tidak merasa
beruntung dan memilki peran apa-apa. Nafsu tidak akan sombong dengan
menampakkan sesuatu yang menjadi miliknya. Dengan begitu, kesempitan lebih aman
dan lebih membentuk kemampuan untuk menunaikan etika-etika ‘ubudiyyah. Oleh
karena itu, orang-orang ‘arif lebih mengutamakan kesempitan daripada
kelapangan.
No comments:
Post a Comment