Tidaklah tumbuh dahan-dahan kehinaan, kecuali dari benih
ketamakan.
Ibnu Atha’illah mengumpamakan kehinaan dengan sebuah pohon.
Dahan-dahannya adalah perumpamaan bagi berbagai jenis kehinaan. Ia juga
mengumpamakan ketamakan dengan sebuah benih. Seakan Ibnu Atha’illah
berkata,”Jangan kau tanam benih ketamakan di hatimu sehingga akan tumbuh pohon
kehinaan yang dahan dan rantingnya akan bercabang-cabang.”
Ketamakan merupakan sikap tercela yang dapat merusak
‘Ubudiyyah. Bahkan, ia adalah pangkal segala kesalahan. Ketamakan menandakan
ketergantungan dan penghambaan manusia terhadap manusia. Di sinilah letak
kehinaan dan kenistaan sikap ketamakan. Sebabnya adalah keraguan terhadap
sesuatu yang telah ditakdirkan Allah.
Oleh karena itu, ia kemudian berkata,”Jika ketamakan di
tanya,’siapa bapakmu?’ niscaya ia akan menjawab,’keraguan terhadap takdir.’
Jika di tanya. ‘Apa pekerjaanmu?’ ia menjawab, ‘Mencari kehinaan.’ Jika ia
ditanya, ‘Apa tujuanmu?’ ia menjawab,’Memiskinkan seseorang.’”
Ketamakan juga dapat merusak agama. Ketika Ali bin Abi
Thalib mendapati para penutur kisah tengah bercerita banyak hal di Masjid Agung
Bashrah, ia menyuruh mereka berdiri. Kemudian, ia mendatangi hasan al-basri dan
berkata,”Hai anak muda, aku akan menanyakan kepadamu satu hal. Jika kau mampu
menjawabnya dengan tepat, kubiarkan kau di sini. Namun, jikau salah, aku akan
berdirikan kau seperti teman-temanmu itu.”
Ali memandang Hasan al-Basri. Dilihatnya pada diri pemuda
tersebut tanda petunjuk dan kecerdasan.
Hasan al-Basri pun menjawab,”Tanyalah semaumu”
“Apa gerangan yang menjadi pengengdali Agama?” tanya Ali
kepadanya.
Hasan menjawab,”sifat wara’ ”
Ali bertanya lagi,”Apa yang menjadi perusak agama?”
Hasan menjawab,”Sifat tamak.”
Kemudian, ali berkata.”Duduklah, orang sepertimu layak berbicara
di hadapan manusia. Wara’ (menjauhi) ketamakan adalah wara’ – nya orang-orang
khusus (khawwash). Sikap ini menunjukan kokohnya keyakinan, sempurnanya tawakal
dan tenangnya hati terhadap Allah. Berbeda dengan wara’-nya orang-orang biasa
(awam) yang baru sebatas meninggalkan perkara-perkara syubhat.”
No comments:
Post a Comment