Yang diminta seorang ‘arif dan Allah adalah ketulusan dalam
beribadah dan pemenuhan hak-hak Tuhan-Nya.
Yang diminta orang ‘arif ini lebih tinggi daripada yang
diminta oleh orang selainnya, baik itu ahli ibadah, zahid maupun alim. Hal itu
dikarenakan, yang diminta oleh orang ‘arif hanyalah bagaimana bisa tulus dalam
beribadah dan menghambakan diri, yakni dengan memerhatikan etika penghambaan,
berakhlak dengan akhlak hamba, dan melaksanakan hak-hak Allah.
Hak-hak Allah itu adalah bersyukur atas karunia-Nya,
bersabar atas musibah-Nya, memusuhi orang yang memusuhi-Nya, menjadikan
penolong orang yang menolong-Nya, bertawakal kepada-Nya, merasa diawasi-Nya
(muraqabah), berdiri di hadapan pintu-Nya sambil mengenakan pakaian tawadhu’
dan kerendahan, mengulurkan tangan kepada yang butuh, memegang tali harapan
kepada-Nya, mengenakan serban ketakutan di hadapan-Nya, serta sifat-sifat dan
akhlak ‘ubudiyyah lainnya.
Siapa yang tulus dalam mengerjakan itu semua berarti ia
telah menunaikan segala kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. Contoh
memenuhi hak-hak Tuhannya secara lahir adalah dengan taat secara lahir,
muraqabah secara batin dan selalu merasakan kehadiran-Nya dalam dirinya.
Hikmah diatas menjelaskan bahwa seorang ‘arif hanya meminta
dua perkara, tanpa memerhatikan keuntungan diri, Artinya, orang-orang ‘arif
memisahkan antara tujuan dan keuntungan diri dalam permintaan mereka. Sementara
itu, yang lain tidak pernah memisahkan antara keuntungan dengan tujuan. Oleh
sebab itu, permintaan ‘arif lebih tinggi daripada permintaan selainnya.
Abu Madyan berkata,” Ada perbedaan antara orang yang tekadnya
bidadari dan istana surga dengan orang yang keinginannya tersingkap hijab dan
hadir bersama Allah.”
No comments:
Post a Comment