Jangan kau pandang sebelah mata seorang hamba yang telah
ditetapkan, dilanggengkan, dan di tolong Allah dalam melaksanakan berbagai
wirid, hanya karena kau tidak melihat dalam dirinya tanda orang-orang ’arif
atau kegenitan kaum pencinta Tuhan. Sebab, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu wirid dari orang
itu tidak akan pernah ada.
”Ditolong” ialah
dipalingkan dari kesibukan-kesibukan yang membuat hamba tersebut lupa melakukan
wirid. Adapun makna ”dilanggengkan” di sini adalah dibuat terus melaksanakan
wirid itu sepanjang zaman. Ini adalah sifat para zahid dan ’abid.
”tanda
orang-orang ’arif” ialah karakter orang-orang ’arif yang meninggalkan ikhtiar
dan tidak memedulikan nasib dan keinginan
diri mereka, serta selalu hadir di hadapan Allah. Adaun maksud ”kegenita
para pencinta Tuhan” ialah bukti-bukti dan pengaruh cinta yang tampak pada diri
orang-orang yang mencintai Allah (muhibbin). Jika sudah tertanam dalam hati,
pengaruh cinta kepada Allah akan tampak pada seluruh anggota tubuh. Misalnya
adalah sering berzikir dan mengingat-Nya, segera melaksanakan perintah-Nya dan
mengabaikan selain-Nya. Ia selalu berusaha melayani-Nya, menikmati munajat
kepada-Nya, dan lebih mengutamakan-Nya daripada selain-Nya.
Ibnu Atha’illah
melarang untuk meremehkan orang semacam itu (yakni yang istikamah melakukan
wirid, namun tidak terlihat pada dirinya tanda-tanda kaum ’arif dan pencinta
Tuhan). Alasannya kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu orang itu
tidak akan melakukan wirid dan istikamah dalam berwirid.
”Wirid” bermakna
segala amal ibadah yang dihasilkan dari upaya mujahadah seorang hamba, baik itu
berupa shalat, puasa, zikir maupun ibadah lainnya. Dengan demikian, jika kau
meremehkan orang seperti itu, itu artinya kau sudah berlaku tidak sopan
terhadapnya.
Kesimpulannya,
hamba-hamba Allah yang khusus (khawwash) terbagi menjadi dua golongan :
muqarrabin dan abrar. Muqarrabin adalah orang-orang yang tidak memedulikan
nasib dan keinginan diri mereka, serta lebih mengedepankan pelaksanaan hak-hak
Allah sebagai bentuk penghambaan (’Ubudiyyah) kepada-Nya dalam mencari
ridha-Nya. Mereka adalah kaum ’arif sekaligus muhibbin (pencinta Allah).
Sementara itu, abrar ialah orang-orang yang dalam ibadah mereka masih
memedulikan nasib dan keinginan diri. Mereka melaksanakan ibadah kepada Allah
karena ingin mendapat surga dan selamat dari neraka. Sekalipun demikian, Allah
tetap memberikan pertolongan-Nya kepada kedua golongan ini sesuai maqam mereka
masing-masing.
No comments:
Post a Comment