Kaum ‘arif lebih khawatir ketika diberi kelapangan daripada
ketika diberi kesempitan, karena yang bisa menjaga etika saat berada dalam
kelapangan hanyalah sedikit.
Mereka amat mengkhawatirkan diri mereka jika diberi Allah
kelapangan. Bagi mereka, kelapangan lebih cocok dengan hawa nafsu. Saat itu,
mereka takut terjerumus oleh dorongan hawa nafsu untuk berbicara tentang ahwal,
karamah, dan keistimewaan lain yang mereka miliki. Mungkin disitulah letak
keterusiran dan keterasingan mereka. Terkadang pula, pada saat itu, dari diri
mereka terucap ucapan yang tidak sesuai dengan keagungan Tuhan. Saat itulah
mereka dituntut untuk selalu menjaga adab dan menahan diri. Itulah amat sulit
bagi mereka dalam kondisi ini.
Oleh sebab itu, Ibnu Atha’illah berkata,”Yang bisa menjaga
adab pada saat berada dalam kelapangan
hanyalah sedikit.”
Dalam latha’if al-Minan disebutkan bahwa kelapangan dapat
menggelincirkan kaki orang-orang. Ia menuntut agar mereka lebih waspada dan
berhati-hati. Kesempitan lebih dekat kepada keselamatan karena ia merupakan
tempat hamba berada dalam genggaman Allah. Di sana pula kuasa Allah meliputinya.
Dari manakah gerangan datangnya kelapangan? Dari Allah.
Kelapangan sama dengan keluar dari hukum waktu-Nya,
sedangkan kesempitan adalah keadaan yang memang layak ada di dunia ini. Karena
dunia adalah negeri yang penuh beban, misteri tentang masa depan, ketidaktahuan
tentang masa lalu dan tempat tuntutan pelaksanaan hak-hak Allah.
No comments:
Post a Comment