Seseorang kerap merencanakan berbagai hal bagi dirinya sesuai keinginan nafsunya. Kemudian, untuk menggapai rencana yang telah ditetapkannya itu, ia melakukan berbagai pekerjaan yang menyibukan dirinya. Tentu saja, hal ini akan membuatnya lelah. Bahkan mungkin pula kecewa, terutama bila sebagian besar perkara yang telah direncanakannya itu tidak berhasil diwujudkan.
Dengan menggunakan lafal "istirahat", Ibnu Atha'illah ingin menjelaskan kepada para murid bahwa mereka dituntut untuk meninggalkan segala perkara yang menyebabkan keletihan dan penderitaan. Kecuali, jika perencanaan dan pengaturan tersebut ditujukan untuk sekadar memenuhi tuntutan hidup dan tak sampai memberatkan. Tentu saja, hal ini tidak akan merugikan diri. Bahkan, pepatah mengatakan, " Perencanaan adalah setengah dari kehidupan".
Urusan-urusan yang telah diatur Allah hendaknya dijauhi oleh seorang murid. Ia tak perlu lagi sibuk mengurusi apa telah ditangani Allah karena tindakan semacam itu termasuk sikap "sok tahu " yang tak layak dilakukan oleh orang yang berakal. Lagi pula, tindakan itu bertentangan dengan prinsip rububiyyah (kepengaturan) dan takdir Allah, selain juga bisa melalaikan ibadah.
Hikmah diatas ditujukan sebagai peringatan bagi para murid karena biasanya apabila seorang murid sedang menghadap Tuhannya dan sibuk dengan zikir-zikir dan ibadah-ibadahnya, seluruh sebab penghidupan duniawi akan terputus darinya. Saat itulah, setan datang dan mulai membisikinya, mengiming-iminginya dengan berbagai hal yang sebagian besarnya tidak akan pernah terwujud. Bisikan setan itu kemudian akan membuat si murid lalai, bahkan meninggalkan kebiasan zikir dan ibadah. Tips untuk menghindari itu ialah banyak berzikir dan riyadhah (olah jiwa). Dengan zikir dan riyadhah, seorang murid akan dijauhi setan dan terhindar dari kesibukan menyusun rencana ini dan itu yang membuatnya letih.
No comments:
Post a Comment