Tuesday, October 20, 2015

Sedih karena kehilangan kesempatan berbuat ketaatan, namun tanpa disertai upaya untuk bangkit mengerjakannya, merupakan salah satu tanda ketertipuan.

Kesedihan seperti ini biasanya merupakan akibat ketergantungan atas sesuatu yang tidak ada wujudnya. Inilah kesedihan semu yang biasanya disertai dengan tangisan yang juga semu. Dalam pepatah disebutkan,”Berapa banyak mata yang meneteskan air mata, tetapi hati tetap keras.”

Orang yang bersedih semu itu akan merasa aman dari makar Allah yang tersamar. Allah akan menahan apa yang berguna baginya dan memberi apa yang membuatnya sedih dan menangis. Dengan begitu, ia menganggap baik ahwalnya dan menganggap dirinya berguna. Adapun kesedihan yang tulus dan sungguh-sungguh adalah yang mendorong kepada ketaatan dan diiringi dengan tangisan yang benar. Ini adalah maqam para salik.


Abu Ali ad-Daqqaq yang selalu bersedih menututkan bahwa ia meniti jalan Allah dalam sebulan seperti orang yang pernah menempuh jalan Allah selama bertahun-bertahun. 

No comments:

Post a Comment