Jangan kau pergi
dari satu alam ke alam lain sehingga kau menjadi seperti keledai penggilingan
yang berputar-putar, tempat yang ia tuju adalah tempat ia beranjak. Namun
pergilah dari alam menuju Pencipta Alam. ” Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak
segala tujuan.” (QS. An-Najm :42)
Maksudnya adalah
beramal disertai dengan sifat riya’ atau sifat-sifat tercela lainnya dan tidak bernilai
syar’i. Jika seseorang murid bermujahadah, lalu berhasil menjauhi sifat-sifat
tercela, tetapi pada saat yang sama ia mengharapkan pahala dan ketinggian
derajat atau maqam, ia masih dianggap tercela di mata para ’arif. Yang terpuji
adalah yang meniatkan setiap amalnya hanya karena Allah semata.
Ibnu Atha’illah
mengumpamakan kepergian dari satu alam ke alam lain dengan perjalanan keledai
penggilingan yang hanya berputar-putar di tempatnya. Demikian pula dengan amal
yang tidak ditujukan karena Allah. Orang yang beramala demi mengharap pahala,
misalnya, dianggap sebagai orang yang bepergian dari satu alam yakni alam
Riya’, menuju alam lain, yakni alam pahala. Semua alam adalah sama. Sama-sama
materi.
Yang benar adalah
kau haru pergi dari alam menuju Pencipta alam dengan cara mengikhlaskan amalmu
hanya untuk-Nya dan tidak berharap balasan, baik langsung maupun tak langsung.
Siapa yang beramal untuk mendapatkan kedudukan atau maqam tertentu maka dia
akan menjadi budak kedudukan itu. Siapa yang beramal karena Allah semata maka
dia akan menjadi hamba Allah. Ini sama dengan kepergiannya dari alam menuju
Pencipta Alam.
”Sesungguhnya,
Tuhanmu adalah puncak segala tujuan.” Maksudnya, perjalananmu akan berakhir di
hadirat-Nya sehingga keinginanmu terwujud. Sebaliknya, orang yang pergi dari
satu alam ke alam lain, perjalanannya tidak akan pernah berujung kepada Allah
dan ia tidak pernah akan sampai kepada-Nya.
No comments:
Post a Comment