Tuesday, September 8, 2015

Bodohnya Orang yang Ingin Mengubah Kehendak Allah




Jika hati atau tubuh seorang murid sedang berada dalam satu keadaan (ahwal) tertentu, ia harus tetap menjaga kesopanan di hadapan Allah dengan merelakan diri untuk tetap berada pada keadaan tersebut sampai Allah sendiri yang memindahkannya dari sana. Dengan satu catatan, keadaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat.

Misalnya, jika ia sedang berada dalam keadaan terlepas keduniaan (tajrid), ia harus menahan diri untuk terus berada dan rela dalam keadaan tersebut sampai Allah sendiri yang memindahkannya ke keadaan lain. Jika terbesit di hatinya keinginan untuk mencari penghidupan (kasab), itu artinya ia tidak sopan kepada Tuhannya karena ia sudah menolak keadaan yang dikehendaki-Nya untuknya. Demikian pula, seorang murid dianggap tidak sopan terhadap Tuhannya, jika ia sedang berada dalam satu pekerjaan, namun ingin pindah ke pekerjaan lain, atau sedang berada dalam keadaan miskin, namun ingin menjadi kaya.

Empat puluh tahun silam, seseorang berkata kepadaku, ”Bila Allah menempatkanku pada suatu kondisi (ahwal), tidak pernah sedikitpun aku kesal. Bila Dia memindahkanku ke kondisi lain, tidak pernah sekalipun aku menolaknya.” Ungkapan ini adalah buah dari ilmu dan pengetahuan (makrifat) tentang Allah dan ketuhanan-Nya.


Jika seorang membenci keadaan dirinya saat ini, lalu ia bersikukuh ingin pindah ke dari keadaan itu dan menghendaki keadaan lain yang berbeda dengan apa yang ditampakkan Allah kepadanya, itu artinya, ia tidak mengenali Tuhannya sama sekali dan sudah bersikap tidak sopan terhadap-Nya. Tentu ini adalah tindakan menentang ”hukum waktu” yang diisyaratkan oleh kaum sufi. Bagi kaum sufi, menentang ”hukum waktu” merupakan dosa paling besar.

No comments:

Post a Comment