Sunday, September 27, 2015

“Sinar mata hati” membuatmu menyaksikan kedekatan-Nya denganmu.

“Sinar mata hati” membuatmu menyaksikan kedekatan-Nya denganmu. “Penglihatan mata hati” membuatmu menyaksikan ketiadaanmu karena keberadaan-Nya. “Hakikat mata hati” membuatmu menyaksikan keberadaan-Nya, bukan ketiadaanmu dan bukan pula keberadaanmu.

Sinar mata hati sering disebut dengan cahaya akal dan ‘ilmul yaqin. Penglihatan mata hati sering disebut cahaya ilmu dan ‘ainul yaqin. Hakikat mata hati sering disebut dengan cahaya kebenaran dan haqqul yaqin.

Cahaya-cahaya Ilahi tersebut akan menyinari hati seorang salik. Setiap cahaya tersebut memiliki buah dan manfaatnya sendiri-sendiri.
Seseorang berkata, “Seorang hamba tidak akan sampai pada hakikat tawadhu, kecuali saat terpancarnya cahaya musyahadah dari hatinya.” Saat itu, nafsunya akan larut dan tunduk pada sang Khalik dan bersikap rendah hati di hadapan makhluk.

Melalui hikmah ini, Ibnu Atha’illah menjelaskan bahwa orang yang terbuka dengan cahaya pertama akan merasa kedekatan Allah. Ia kan akan selalu sadar pengawasan Allah dan malu kepada-Nya. Ia merasa bahwa pandangan Allah tidak pernah luput darinya, baik itu di saat melaksanakan perintah-Nya maupun disaat menjauhi larangan-Nya.

Orang yang terbuka dengan cahaya kedua akan merasa ketiadaan segala yang wujud karena wujud Tuhan Yang Maha Haq. Ia akan melihat bahwa alam semesta ini tidak ada dan tidak memperdulikannya lagi karena wujud alam semesta ini hanyalah akibat dari wujud Yang Maha Maujud. Wujud hakiki hanyalah milik Allah swt. Dalam pandangannya, tak ada lagi yang di jadikan sandaran atau tempat berkeluh kesah., kecuali Allah. Ia hanya akan bertawakal kepada-Nya, ridha dan memasrahkan diri kepada-Nya.

Sementara itu, orang yang terbuka dengan cahaya ketiga akan memliki dzat dan jiwa yang suci. Ia akan merasa kefanaan secara total. Kefanaan yang abadi karena itulah dengan wujud Tuhannya. Rahasia-rahasia Ilahi pun terkuak di hadapannya. Jika ia naik dan kefanaan total itu, ia akan menempati maqam keabadian.


Penulis al-‘Awarif berkata, “Orang yang abadi di suatu maqam tidak akan di halangi Allah dari makhluk dan tidak dihalangi makhluk dari Allah, sedangkan orang yang fana akan terhalangi oleh Yang Maha Haq dari makhluk.”

No comments:

Post a Comment