Kefakiran adalah sifat dasar manusia
Ketergantungan kepada Allah adalah hakikatmu. Sedangkan munculnya sebab-sebab ketergantungan adalah pengingat akan hakikatmu yang tak kau sadari itu. Dan ketergantungan yang bersifat hakiki itu takkan mungkin pernah terpenuhi oleh sesuatu yang nisbi.
Jika kau mengerti bahwa kau tidak mungkin ada tanpa adanya bantuan Allah, berupa nikmat penciptaan dan pemenuhan semua kebutuhanmu, maka sudah semestinya kau sadar bahwa ketergantungan kepada Allah adalah hakikat atau substansi dirimu.
Namun kebanyakan manusia tidak menyadari hakikat diri mereka, terutama ketika mereka sedang diberi nikmat kesehatan dan kekayaan. Bahkan lebih dari itu, mereka tidak hanya lupa terhadap hakikat diri mereka tetapi juga lupa terhadap Tuhan mereka. Oleh karena itu, Allah menurunkan kepada mereka ”sebab-sebab ketergantungan kepada Allah” agar mereka kembali sadar dan ingat. ”Sebab-sebab ketergantungan kepada Allah” itu bisa berupa penyakit, rasa lapar, haus, panas, dingin dan sebagainya.
”Sebab-sebab ketergantungan kepada Allah” itu akan membuatmu sadar dan ingat kembali akan hakikat dirimu, yang sebelumnya tertutup oleh kesehatan dan kekayaan. Sehingga di saat itu pula kau akan melaksanakan hak-hak ’Ubudiyyah kepada Allah, dan berdoa kepada-Nya agar memenuhi kebutuhanmu dan menghapus segala deritamu.
Sebagian orang mengatakan, ”Yang membuat Fir’aun berani mengaku sebagai tuhan adalah karena ia selalu dalam keadaan sehat dan bugar selama empat puluh tahun. Ia tidak pernah sakit meskipun itu sakit kepala. Kekayaanya melimpah dan kekuasaanya tak terbatas. Karena itulah ia merasa seperti Tuhan. Seandainya ia sakit, sekali saja, atau merasa bosan dengan kehidupan, niscaya itu akan menghalanginya untuk mengaku diri sebagai Tuhan.”
Dan ini pula yang terjadi pada mayoritas manusia. Kecuali orang-orang yang ’arif. Karena mereka selalu menyadari hakikat diri mereka. Dan mereka tidak perlu lagi diingatkan. ”Sebab-sebab ketergantungan” yang Allah timpakan kepada mereka hanyalah untuk memperlihatkan kesungguhan penghambaan mereka.
Cobaan dan penderitaan hidup justru semakin membuat mereka merasa tergantung kepada Allah, semakin membuat mereka taat dan kembali kepada-Nya. Dan dengan keridaan dan kepasrahan yang mereka perlihatkan itu, pahala mereka semakin bertambah dan kedudukan mereka di mata Allah pun semakin mulia.
”Ketergantungan kepada Allah” yang merupakan hakikat atau substansi manusia ini tidak mungkin bisa dihilangkan oleh sesuatu yang bersifat sementara atau nisbi. Dengan kata lain, walaupun kau kaya, sehat atau berkuasa, tetap saja kau tidak bisa lepas dari ketergantungan kepada Allah. Kekayaan, kesehatan ataupun kekuasaan adalah relatif dan sementara. Bukan perkara yang sulit bagi Allah untuk menghilangkan itu semua dari dirimu dan menggantinya dengan sebaliknya. Sehingga kau benar-benar merasa betapa hidup ini tergantung kepada Allah.